Praktek
kotor ini melanggar aturan perang mereka sendiri, yaitu salah satu
aturannya adalah para personel NATO harus berbeda dengan penduduk
sipil.
Pada
19 Januari 2012, isu ini (Taliban menyerang warga sipil) sekali lagi
melejit di media-media Barat setelah seorang Mujahid Taliban melakukan
operasi syahid dengan bom mobil yang membunuh tujuh “warga sipil” di
luar Lapangan Udara Kandahar (KAF). Tetapi faktanya, dua saksimata
mengatakan
kepada Mirwais Khan dari Associated Press (AP) bahwa
sebenarnya Mujahid Taliban itu mengendarai mobilnya untuk membunuh
personel militer khusus AS yang keluar dari pangkalan truk pickup milik
warga sipil, yang menurut saksimata itu adalah hal yang biasa untuk
pasukan salibis berada di pangkalan truk warga sipil.
Berdasarkan ungkapan seorang veteran Advokasi Kanada, NATO telah membuat beberapa taktik kotor di Afghanistan (yang diketahui –red).
Taktik pertama adalah operasi khusus, urusan sipil dan anggota militer
beroperasi di Tim Rekonstruksi Provinsi yang mengamati kendaraan warga
sipil dan pakaian layaknya warga sipil. Ketika pertanyaan terkait ini
diajukan kepada NATO, NATO hanya merespon (1) Itu adalah sebuah
kebutuhan tujuan untuk perlindungan dan (2) Itu adalah bantuan dalam
perkumpulan intelijen. Argumen ini meskipun kemungkinan besar benar,
tetapi pada peraturan perang mereka sendiri hal ini ditolak lebih dari
seratus tahun lalu ketika peraturan perang pertama dirancang. Logika
dibalik peraturan itu adalah bahwa pasukan militer tidak boleh
bersembunyi ditengah-tengah warga sipil. Dibawah hukum internasional hal
itu dinamai “Prinsip atau Adat kebiasaaan berbeda”. Artinya, pasukan
militer seharusnya berbeda dengan warga sipil.
Pada
Desember 1944, Komando sekutu di Eropa menangkap 18 anggota militer
dari Brigade Panzer Otto Skorzeny, 150 Komando pasukan yang beroperasi
dibelakang garis perkumpulan intelijen AS selama serangan Ardennes.
Mereka ditangkap karena memakai seragam Amerika (meskipun mereka tidak
terlibat dalam pertempuran dengan seragam tersebut), 18 anggota Otto
Skorzeny itu diadili dan dieksekusi. Otoritas pejabat sekutu ketika itu
adalah bahwa tidak ada pengecualian bagi para anggota militer harus
memakai pakaian mereka sendiri yang khas, dan siapapun yang melanggar
harus dihukum mati.
Taktik
kotor NATO yang kedua yang telah dikerjakan di Afghanistan dan Pakistan
adalah mengalihkan arah menjadi menyerang warga sipil. Karena
kesuksesan melawan Mujahidin Taliban sangat sedikit, fokus NATO telah
dialihkan untuk menangkap atau membunuh warga sipil yang dicurigai
termasuk simpatisan dan pendukung Taliban, bahkan kebanyakan mereka
adalah yang tidak pernah memegang senjata. Pertanyaannya adalah
kecurigaan NATO terhadap warga sipil yang mereka tuduh termasuk
pendukung dan simpatisan Taliban adalah tidak jelas dan tidak beralasan.
Kenyataannya, pasukan salibis NATO pimpinan AS menyerang siapa saja
yang anti AS-NATO.
Pada
16 Maret 2011, dua drone pembunuh CIA menembakkan sejumlah rudal di
sebuah Jirga atau perkumpulan para tetua suku desa Datta Khel di Utara
Waziristan, Pakistan. Serangan udara tersebut sedikitnya membunuh 40
para tetua suku dan melukai puluhan lainnya, termasuk anak-anak. Salah
satu target terbesar adalah salah seorang pria tua yang diduga terkait
dengan panglima lokal Hafiz Gul Bahadur. Seorang pejabat senior militer
AS, berbicara kepada AP, menolak bahwa korban yang terbunuh adalah warga
sipil dengan berkomentar bahwa yang terbunuh dan terluka (yang ternyata
juga anak-anak) adalah para pejabat Mujahidin atau simpatisan Taliban.
Pejabat salibis lainnya berbicara kepada Greg Miller dari Washington
Post pada 18 Maret 2011, dengan tanpa perasaan menepis bahwa korban
adalah warga sipil dan seenaknya menyatakan “Ini adalah geng ‘teroris’”.
Sementara Jenderal Ashfaq Parves Keyani merespon fakta tentang korban
dengan menyatakan, “Jirga para tetua, termasuk para manula yang
ditargetkan sembarangan dan tanpa perasaan dengan benar-benar
mengabaikan kehidupan manusia.”
Belum
lagi, kaum Muslimin yang diculik dan dipenjarakan di penjara-penjara
sadis dibawah tuduhan yang tidak sah dan tidak pernah diadili. Intinya,
NATO dan sekutu-sekutunya membunuh dan memenjarakan siapa saja yang
menolak otoritas mereka, bahkan mereka juga menangkapi para aktivis
damai. Situasi yang lebih keji karena Pentagon secara resmi
memerintahkan membunuh siapa saja yang dicurigai (meski tidak terbukti)
terkait dengan Mujahidin, atau pendukung, bahkan anak-anak yang belum
mengerti apa-apa, sunggung tidak logis. Apa itu artinya mereka juga akan
membunuh orang-orang Amerika (yang kafir) yang simpati terhadap Taliban
atau Al-Qaeda?!
Masalah
pengaburan target NATO adalah masalah yang membingungkan, jika NATO dan
sekutu-sekutunya hanya menargetkan orang-orang Taliban atau Al-Qaeda,
para pendukung mereka atau simpatisan, apakah mereka (NATO) mengetahui
dengan jelas siapa dan berapa jumlah para simpatisan “militan”?.
Pada
5 April 2011, New York Times menerbitkan sebuah artikel yang ditulis
oleh Rod Norland yang salah satu isi laporannya menyatakan bahwa di
Afghanistan ada arus yang terpendam dari kegelisahan dan ketidakpuasan
rakyat Afghan atas kehadiran pasukan asing. Intinya warga sipil Afghan
yang menentang NATO walaupun belum jelas pro Taliban atau Al-Qaeda,
tetap dijadikan target pembunuhan dan penangkapan.
Pentagon
hanya menggambarkan konflik ini kepada dunia dengan tampilan “baik”
untuk Barat dan “buruk” untuk Taliban dan Al-Qaeda. Mereka
(musuh)sebenarnya tidak peduli warga sipil pro Taliban atau Al-Qaeda,
yang penting bagi mereka adalah jika anti-Barat maka harus disingkirkan,
dan tentunya kaum Muslimin lah yang dimaksud.
Mengenai
kebijakan NATO yang mengizinkan para pasukan militernya menyamar dengan
berpakaian seperti warga sipil, yang bertujuan untuk menyelamatkan
hidup para militer Barat, menipu orang-orang di dunia bahwa ketika
terjadi serangan Mujahidin yang menargetkan pasukan mereka dan pada saat
itu mereka berada di wilayah dan berpakaian warga sipil, maka
media-media Barat dan mereka yang berkiblat ke Barat akan
berbondong-bondong menyalahkan Mujahidin dengan mengatakan “serangan
militan membunuh warga sipil” “bom bunuh diri menargetkan warga sipil”
dan kata-kata dusta lainnya. Sedangkan serangan-serangan biadab mereka
(musuh) terhadap warga sipil tak bersalah ditepis sewenang-wenang dan
darah-darah kaum Muslimin mengalir dengan alasan yang tidak dapat
diterima.
Beginikah
moral Barat yang ditampilkan di berita-berita dan film-film Hollywood
sebagai pahlawan dan orang-orang yang berbuat perbaikan?? Jika mereka
mengaku memiliki landasan moral yang tinggi yang mereka promosikan ke
seluruh dunia, lalu apa arti perang yang mereka lancarkan?
Sungguh
orang-orang yang mempunyai mata yang dapat melihat akan mengetahui
betapa kotornya taktik perang salib dan menargetkan seluruh kaum
Muslimin yang menentang mereka.
(http://theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=7589&type=8)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar