Pages

Rabu, 04 April 2012

Menyedihkan! Penguras Minyak Terbesar di Indonesia Didominasi Asing



Berdasarkan data Dirjen Migas tahun 2009 menyebutkan, perusahaan penguras minyak utama di Indonesia didominasi perusahaan asing. PT Chevron Pacific Indonesia, perusahaan minyak asal AS ini menempati urutan pertama sebesar 44%. Sementara Pertamina dan mitra hanya sebesar 16%.Posisi ketiga ditempati Total E&P sebesar 10%. Selanjutnya, Conoco Philip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, British Petrolium 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1% dan perusahaan lainnya 3%. 


Sementara itu, berdasarkan data 2010, Chevron hanya memiliki wilayah kerja 8.700 kilometer persegi, tingkat produksi Chevron telah mencapai 41,30 barel per hari per kilometer persegi. Chevron masih
menjadi produsen minyak bumi dan gas terbesar di Indonesia dengan kapasitas 356 ribu barel per hari.
Sementara itu, Total EP Indonesie hanya memiliki luas wilayah 3.121 kilometer persegi, namun produksi per luas wilayah perusahaan asal Prancis ini mencapai 28,64 barel per hari per kilometer persegi. Total EP memproduksi migas 82.232 barel per hari, atau 9.768 barel lebih rendah dari target sebesar 92 ribu barel.
Laju pengurasan minyak Pertamina EP pada 2010 baru mencapai 4,46 persen, masih kalah dibandingkan Chevron 8,8 persen, ConocoPhillips (Amerika) yang sebesar 55,1 persen, dan CNOOC (China) 21,4 persen.
Berdasarkan evaluasi, data laju pengurasan minyak Pertamina EP di bawah rata rata nasional, yaitu 8,8 persen.
Sementara, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) mengatakan, tingkat pengurasan cadangan minyak Indonesia ternyata sangat tinggi, mencapai delapan kali laju pengurasan di negara-negara penghasil minyak utama dunia, seperti Arab Saudi dan Libya.

Produksi Semakin Turun
Penemuan cadangan minyak yang berukuran cukup besar di Indonesia umumnya terjadi di Indonesia barat. Misalnya Lapangan Minas, Duri, dan terakhir Cepu. Pengurasan cadangan Minas sudah dilakukan sejak tahun 1950-an dan mencapai puncaknya pada 1975 - 1976 dengan tingkat produksi di kisaran 250 ribu barel per hari dan menjadi penyumbang terbesar terhadap produksi nasional 1,5 juta barel per hari.
Sejak saat itu produksi Minas terus menurun dan kini hanya menghasilkan sekitar 70 ribu barel per hari. Penurunan dari Minas ini masih ditutupi dari pengurasan cadangan Duri yang dimulai sekitar tahun 1980-an dengan tingkat produksi 400 ribu barel per hari dan membuat produksi nasional kembali mencapai puncaknya di tahun 1995- 1996 dengan produksi sebesar 1,6 juta barel per hari.
Selanjutnya lapangan Duri-pun terus menurun produksinya seiring dengan menipisnya jumlah cadangan yang tersisa. Kini kedua lapangan Minas dan Duri hanya menghasilkan sekitar 360 ribu barel per hari.
Penemuan lapangan minyak lainnya ukurannya jauh lebih kecil. Sebaliknya eksplorasi yang belakangan ini gencar dilakukan di Indonesia timur menghasilkan penemuan cadangan-cadangan gas dalam jumlah besar, bukan minyak.  Misalnya Tangguh, area deepwater Selat Makassar (Gandang, Gendalo, Gehem, dan lain-lain), Masela (Laut Timor), dan terakhir oleh Genting Oil di Bintuni.
Dari dua kenyataan itu, maka cadangan terbukti minyak nasional Indonesia terus menyusut dalam 10 tahun ini dari 4,3 miliar barel menjadi 3,9 miliar barel. Sementara cadangan gas kita masih tetap tinggi, lebih dari 104 triliun kaki kubik.
Industri hulu migas adalah industri pencarian (eksplorasi) dan pengurasan (eksploitasi) cadangan migas. Alam tidak bisa dipaksa untuk menghasilkan minyak ataupun gas, tetapi kita hanya bisa mencari dimana cadangan-cadangan tersebut berada dan kemudian mengurasnya dengan berbagai cara.
Dan celakanya, lagi-lagi perusahaan asing yang selalu penguras dominan minyak Indonesia. Faktanya memang benar-benar menyedihkan! (dari berbagai sumber) (GFI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar