Sementara
itu, berdasarkan data 2010, Chevron hanya memiliki wilayah kerja 8.700
kilometer persegi, tingkat produksi Chevron telah mencapai 41,30 barel
per hari per kilometer persegi. Chevron masih
menjadi produsen minyak
bumi dan gas terbesar di Indonesia dengan kapasitas 356 ribu barel per
hari.
Sementara
itu, Total EP Indonesie hanya memiliki luas wilayah 3.121 kilometer
persegi, namun produksi per luas wilayah perusahaan asal Prancis ini
mencapai 28,64 barel per hari per kilometer persegi. Total EP
memproduksi migas 82.232 barel per hari, atau 9.768 barel lebih rendah
dari target sebesar 92 ribu barel.
Laju
pengurasan minyak Pertamina EP pada 2010 baru mencapai 4,46 persen,
masih kalah dibandingkan Chevron 8,8 persen, ConocoPhillips (Amerika)
yang sebesar 55,1 persen, dan CNOOC (China) 21,4 persen.
Berdasarkan evaluasi, data laju pengurasan minyak Pertamina EP di bawah rata rata nasional, yaitu 8,8 persen.
Sementara,
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas)
mengatakan, tingkat pengurasan cadangan minyak Indonesia ternyata sangat
tinggi, mencapai delapan kali laju pengurasan di negara-negara
penghasil minyak utama dunia, seperti Arab Saudi dan Libya.
Produksi Semakin Turun
Penemuan
cadangan minyak yang berukuran cukup besar di Indonesia umumnya terjadi
di Indonesia barat. Misalnya Lapangan Minas, Duri, dan terakhir Cepu.
Pengurasan cadangan Minas sudah dilakukan sejak tahun 1950-an dan
mencapai puncaknya pada 1975 - 1976 dengan tingkat produksi di kisaran
250 ribu barel per hari dan menjadi penyumbang terbesar terhadap
produksi nasional 1,5 juta barel per hari.
Sejak
saat itu produksi Minas terus menurun dan kini hanya menghasilkan
sekitar 70 ribu barel per hari. Penurunan dari Minas ini masih ditutupi
dari pengurasan cadangan Duri yang dimulai sekitar tahun 1980-an dengan
tingkat produksi 400 ribu barel per hari dan membuat produksi nasional
kembali mencapai puncaknya di tahun 1995- 1996 dengan produksi sebesar
1,6 juta barel per hari.
Selanjutnya
lapangan Duri-pun terus menurun produksinya seiring dengan menipisnya
jumlah cadangan yang tersisa. Kini kedua lapangan Minas dan Duri hanya
menghasilkan sekitar 360 ribu barel per hari.
Penemuan
lapangan minyak lainnya ukurannya jauh lebih kecil. Sebaliknya
eksplorasi yang belakangan ini gencar dilakukan di Indonesia timur
menghasilkan penemuan cadangan-cadangan gas dalam jumlah besar, bukan
minyak. Misalnya Tangguh, area deepwater Selat Makassar (Gandang,
Gendalo, Gehem, dan lain-lain), Masela (Laut Timor), dan terakhir oleh
Genting Oil di Bintuni.
Dari
dua kenyataan itu, maka cadangan terbukti minyak nasional Indonesia
terus menyusut dalam 10 tahun ini dari 4,3 miliar barel menjadi 3,9
miliar barel. Sementara cadangan gas kita masih tetap tinggi, lebih dari
104 triliun kaki kubik.
Industri
hulu migas adalah industri pencarian (eksplorasi) dan pengurasan
(eksploitasi) cadangan migas. Alam tidak bisa dipaksa untuk menghasilkan
minyak ataupun gas, tetapi kita hanya bisa mencari dimana
cadangan-cadangan tersebut berada dan kemudian mengurasnya dengan
berbagai cara.
Dan
celakanya, lagi-lagi perusahaan asing yang selalu penguras dominan
minyak Indonesia. Faktanya memang benar-benar menyedihkan! (dari
berbagai sumber) (GFI)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar